A. SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW
PERIODE MADINAH
1. Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan
Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui
umat Islam. Pertama, hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang
dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang
disuruh Allah SWT dan diridai-Nya. Contohnya, semula siswa itu malas
mengerjakan salat 5 waktu dan malas belajar. Kemudian dia membuang jauh sifat
malasnya itu, sehingga ia menjadi siswa yang berdisiplin dalam salat lima waktu
dan rajin dalam menuntut ilmu. Arti hijrah dalam pengertian pertama ini wajib
dilaksanakan oleh setiap umat Islam. Rasuluilah SAW bersabda :
“Orang berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT” (H. R. Bukhari)
“Orang berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT” (H. R. Bukhari)
Arti kedua dari hijrah ialah berpindah dari suatu negeri
kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan,
ancaman dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan
beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam
agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh
Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yatsrib pada
tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni
622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat
Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yatsrib (negeri Islam) adalah :
-
Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan,
ancaman, dan kekerasan kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW
meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yatsrib (Madinah), rumah
beliau sudah dikepung oleh kaum kafir Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
-
Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah
serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanva dalam berjihad di
jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam) (lihat dan
pelajari Q.S. An-Nahl, 16: 41-42)
2. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama
sepuluh tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah
sampai dengan wafatnva Rasulullah SAW tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11
hijrah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode
Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surah Makkiyah dan Hadis
periode Mekah, juga ajaran Islam yang rerkandung dalam 25 surah Madaniyah dan
hadis periode Madinah. Adapun ajaran Islam periode Mekah sudah dikemukakan
dalam Bab 6 semester pertama buku ini. Sedangkan ajaran Islam yang rerkandung
pada 25 surah Madaniyah dan hadis periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang
masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah
adalah orangorang yang sudah masuk Islam dan kalangan Muhajirin dan Ansar. Juga
orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para
penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab, dan yang tidak
termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk
bangsa Arab tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman :
“Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al-Anbiyã’, 21: 107)
“Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al-Anbiyã’, 21: 107)
Dakwah Rasulullab SAW yang ditujukan kepada orang-orang
yang sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh
ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah,
kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka
betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu Rasulullah SAW dibantu oleh
para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama
umat Islam dan terbentuk masyarakar madani di Madinah. Usaha-usaha nyata
Rasulullah SAW seperti tersebur akan dibahas pada sub pokok bahasan tentang
strategi Rasulullah dalam membentuk masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang
belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai
agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka
menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia
di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara
penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam
banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak
sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka
berusaha menghalanghalangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan
agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy
penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang,
sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Hajj, 22 : 39 dan Al-Baqarah, 2 : 90,
maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk
menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW
dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau
meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk :
-
Membela diri kehormatan, dan harta.
-
Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan
kepada mereka yang hendak menganutnya.
-
Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh
bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun
suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka
berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para
penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga ke luar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi
dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuasaan mereka akan tersaingi. Oleh
karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan
menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi dan
Persia tersebut, Rasulullah dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga
terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu pertama Perang
Mut’ah pada tahun 8 H, di dekat desa Mut’ah, bagian utara Jazirah Arabia dan
kedua Perang Tabuk pada tahun 9 H di kota Tabuk, bagian utara Jazirah Arabia.
Sedangkan bangsa Persia selalu mengadakan penyerangan kepada wilayah kekuasaan
umat Islam.
Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa
Rasulullah SAW seperti :
(1) Perang
Badar Al-Kubra, terjadi pada tanggal 17 Ramadan tahun 2 H di sebuah tempat
dekat Perigi Badar, yang letaknya antara Mekah dan Madinah. Peperangan ini
terjadi antara Rasulullah SAW dan para pengikutnya dengan kaum kafir Quraisy
yang telah mengusir kaum Muslimin penduduk Mekah untuk pindah ke Madinah dengan
meninggalkan rumah dan harta benda. Mereka masih tetap bertekad untuk
menghancurkan Islam dan kaum Muslimin di Madinah. Dalam Perang Badar ini kaum
Muslimin memperoleh kemenangan yang gilanggemilang.
(2) Perang
Ubud, terjadi pada pertengahan Sya’ban tahun 3 H. Pada peperangan ini kaum
Muslimin mengalami kekalahan.
(3) PerangAhzab
(Khandaq), terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H. Ahzab artinya
golongan-golongan, yaitu gabungan kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, Bani Salim,
Bani Asad, Gathfan, Bani Murrah, dan Bani Asyja, sehingga berjumlah 10.000
lebih. Pasukan Azhab ini menyerbu Madinah untuk menumpas Islam dan umat Islam. Atas
inisiatif dari Salman Al-Farisi, untuk mempertahankan kota
Madinah dibuat parit yang dalam dan lebar.
Berkat inisiatif itu, kekompakan umat Islam dan pertolongan Allah SWT, dalam
perang Ahzab ini umat Islam memperoleh kemenangan.
Pada tahun keenam hijriah Rasulullah SAW dan para
pengikutnya umat Islam penduduk Madinah yang berjumlah 1000 orang berangkat
menuju Mekah untuk melakukan umrah. Agar kaum kafir Quraisy tidak menduga bahwa
kedatangan kaum Muslimin ke Mekah itu untuk memerangi mereka maka jauh sebelum
mendekati kota Mekah umat Islam sudah mengenakan pakaian ihram, tidak membawa
alat-alat perang, kecuali pedang dalam sarungnya, sekadar untuk menjaga diri di
perjalanan.
Rombongan kaum Muslimin tiba di suatu tempat yang bernama
”Al Hudaibiyah”, yang letaknya beberapa kilometer dari kota Mekah, dengan
maksud selain untuk beristirahat, juga untuk melihat situasi. Sebenarnya saat
itu termasuk bulan yang disucikan oleh bangsa Arab sebelum Islam. Mereka
dilarang melakukan peperangan di dalamnya. Namun dalam kenyataannya, kaum kafir
Quraisy telah menempatkan sejumlah bala tentara yang cukup besar di perbatasan
kota Mekah, siap untuk melakukan peperangan.
Membaca situasi yang demikian, kemudian Rasulullah SAW
mengutus sahabat Utsman bin Affan memasuki kota Mekah untuk menemui pimpinan
kaum kafir Quraisy dan menjelaskan kepadanya, bahwa kedatangan mereka ke Mekah
bukan untuk berperang, tetapi semata-mata untuk melakukan ibadah umrah. Namun
kaum kafir Quraisy bersikeras tidak mengizinkan kaum Muslimin memasuki kota
Mekah, dengan alasan akan menjatuhkan kewibawaan kaum kaflr Quraisy pada
pandangan bangsa Arab.
Sahabat Utsman ditahan oleh kaum kafir Quraisy, bahkan
tersiar kabar bahwa beliau telah dibunuh. Menyikapi kabar tersebut kaum
Muslimin telah bersepakat mengadakan “sumpah setia” (baiat), untuk berperang
melawan kafir Quraisy, sampai meraih kemenangan. Sumpah setia itu disebut “Baiatur Ridwan”.
Untunglab di saat-saat genting seperti itu sahabat Utsman
bin Affan muncul, membawa berita akan diadakannya perundingan antara kaum kafir
Quraisy dengan kaum Muslimin. Maka terjadilah perundingan antara delegasi kaum
kafir Quraisy yang dipimpin oleh Suhail Ibnu Umar dan delegasi umat Islam yang
dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW.
Perundingan tersebut melahirkan kesepakatan antara dua
belah pihak, dan melahirkan sebuah perjanjian, yang dikenal dalam sejarah
sebagai perjanjian Hudaibiyah (Sulhul
Hudaibiyah). Isi perjanjian itu sebagai berikut :
(1) Selama
sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum Quraisy penduduk Mekah
dan umat Islam penduduk Madinah.
(2) Orang
Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin walinya
hendaklah ditolak oleh umat Islam.
(3) Kaum
Quraisy tidak akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan bergabung dengan mereka.
(4) Tiap
kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan
kaum Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan.
(5) Kaum
Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali ke
Madinah, dan boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan
:
•
Kaum Muslimin memasuki kota Mekah setelah penduduknya
untuk sementara keluar dari kota Mekah.
•
Kaum Muslimin memasuki kota Mekah, tidak boleh membawa
senjata.
•
Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalam kota Mekah
lebih dari tiga haritiga malam.
Kaum kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah
itu sangat menguntungkan kaum Muslimin. Umat Islam semakin kuat, karena hampir
seluruh semenanjung Arab, termasuk suku-suku bangsa Arab yang paling selatan
telah menggabungkan diri kepada Islam. Kaum kafir Quraisy merasa terpojok, dan
mereka secara sepihak berniat membatalkan perjanjian Hudaibiyah itu, dengan
cara menyerang Bani Khuza’ah yang berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah
orang dari Bani Khuza’ah mereka bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan.
Bani
Khuza’ah segera mengadu kepada Rasulullah
SAW dan mohon keadilan.
Mendapat pengaduan seperti itu kemudian Nabi Muhammad SAW
dengan sepuluh ribu bala tentaranya berangkat menuju kota Mekah untuk
membebaskan kota Mekah dari para penguasa kafir yang zalim, yang telah
melakukan pembunuhan secara kejam terhadap umat Islam dan Bani Khuza’ah.
Rasulullah SAW sebenarnya tidak menginginkan terjadinya
peperangan, yang sudah tentu akan menelan banyak korban jiwa. Untuk itu
Rasulullah SAW dan bala tentaranya berkemah di pinggiran kota Mekah dengan
maksud agar kaum kafir Quraisy melihat sendiri, kekuatan besar dan bala tentara
kaum Muslimin.
Taktik Rasulullah SAW seperti itu ternyara berhasil,
sehingga dua orang pemimpin Quraisy yaitu Abbas (paman Nabi SAW) dan Abu Sufyan
(seorang bangsawan Quraisy yang lahir tahun 567 M dan wafar tahun 652 M) datang
menemui Rasulullah SAW dan menyatakan diri masuk Islam.
Dengan masuk Islamnya kedua orang pemimpin kaum kafir
Quraisy itu, Rasulullah SAW dan bala tentaranya dapat memasuki kota Mckah
dengan aman dan membebaskan koba itu dari para penguasa kaum kafir Quraisy yang
zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara damai tanpa
adanya pertumpahan darah.
Bahkan setelah itu, kaum Quraisy berbondong-bondong
menyatakan diri masuk Islam, menerima ajakan Rasulullah dengan kerelaan hati.
Kernudian bersama-sama bala tentara Islam mereka membersihkan Ka’bah dan
berhalaberhala dan menghancurkan berhala-berhala itu.
Kaum Muslimin masih menghadapi kaum musyrikin, yang semula
bersekutu dengan kaum kafir Quraisy yang telah masuk Islam itu, yaitu ; Bani
Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Kaum musyrikin tersebut
bersatu di bawah pimpinan Malik bin Auf (Bani Nasr) berangkat menuju Mekah
untuk menyerbu kaum Muslimin, yang telah menghancurkan berhala-berhala yang
mereka sembah. Mendengar berita bahwa
kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam di Mekah, maka Rasulullah SAW
memimpin bala tentaranya sebanyak 12000 orang menuju ke lembah Hunain tempat
kaum musyrikin berkemah. Maka terjadilah pertempuran sengit antara pasukan
Islam dan pasukan musyrikin, yang berakhir dengan kemenangan di pihak Islam.
Perang Hunain ini terjadi dua minggu setelah peristiwa pembebasan kota
Mekah.
Sisa pasukan musyrikin melarikan diri ke Thaif. Rasulullab
SAW dan bala tentaranya mengejar mereka sampai ke Thaif, lalu mengadakan
pengepungan selama beberapa hari lamanya sehingga pemimpin mereka Malik bin Auf
dengan seluruh pasukan gabungannya, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazim, Bani Nasr,
dan Bani Jusyam menyatakan masuk Islam.
Pada tabun ke-9 dan 10 H berbagai kabilah bangsa Arab seperti
Bani Tamim,
Bani Amr, Bani Sa’ad Ibnu Bakr, dan Bani
Abdul Haris datang ke Madinah menghadap Rasulullah SAW untuk menyatakan
dukungannya.
Dengan demikian seluruh Jazirah Arabia telah masuk Islam,
dan masuk wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Madinah. Rasulullab SAW
dan umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang (lihat dan pelajari Q.S. An - Nasr, 110: 1-3).
3. Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabia
Rasulullah SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah Arabia
agar memeluk agama Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat
dakwah Rasulullah SAW kepada para penguasa atau para pembesar mereka.
Para penguasa atau para pembesar negara yang dikirimi surat
dakwah Rasulullab SAW itu seperti :
1.
Heraclius, Kaisar Romawi Timur
Yang menenima surat dakwah Rasulullah,
melalui utusannya Dihijah bin Khalifah. Heraclius tidak menenima seruan dakwah
Rasulullab SAW karena tidak mendapat persetujuan dari para pembesar negara dan
pendeta. Namun surat dakwah itu dibalasnya dengan tutur kata sopan,disamping
mengirimkan hadiah untuk Rasulullab SAW
2.
Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir
Rasulullah SAW mengirim surat dakwah
kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama Hatib. Setelah surat itu dibaca
Muqauqis belum bisa menerima seruan untuk masuk Islam, namun dia menyampaikan
surat balasan kepada Rasulullah SAW dan mengirim hadiah-hadiah berupa seorang
budak wanita, kuda, keledai, dan pakaian-pakaian.
3.
Syahinsyah, Kaisar Persia
Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan
sombong. Karena kesombongannya surat dakwah Rasulullah SAW itu
dirobek-robeknya. Merigetahui surat dakwah itu dirobek-robek, Rasulullah
menjelaskan bahwa Syahin yang sombong itu akan dibunuh oleh anaknya sendiri
pada malam Selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke-7 hijrah. Apa yang diucapkan
Rasulullah SAW ternyata sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh oleh
anaknya sendiri Asv-Syirwaih karena kelalimannya.
Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW
dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja Ethiopia), Al-Munzir bin Sawi (Raja
Bahrain), Hudzah bin Ali (Raja Yamanah), dan Al-Haris (Gubernur Romawi di
Syam). Di antara penguasapenguasa tersebut yang menerima seruan dakwah
Rasulullah, hanyalah AlMunzir bin Sawi penguasa Bahrain yang menyatakan masuk
Islam dan mengajak para pembesar negara dan rakyatnya agar masuk Islam.
B. STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE
MADINAH
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah
Rasulullah SAW periode Madinah adalah :
1.
Berdakwah dimulai dan diri sendiri, maksudnya sebelum
mengajak orang lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka
terlebih dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan
mengamalkan ajarannya.
2.
Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan
petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl, 16: 125. (Coba kalian cari dan
pelajari!)
3.
Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan
umatnya. Dalil wajibnya:
Al-Qur’an Surah Ali ‘Imrãn, 3: 104, dan
Hadis Rasulullah SAW:
“Sampaikanlah, apa yang berasal dariku (tentang Islam), walaupun hanya satu ayat.“ (H.R. Bukhari)
“Sampaikanlah, apa yang berasal dariku (tentang Islam), walaupun hanya satu ayat.“ (H.R. Bukhari)
4.
Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT
semata, bukan dengan niat untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang
bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas
dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai
strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah
SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat
yang menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan sehingga terwujud
kehidupan bermasyarakat yang baldatun
tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram,
damai, adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat
Islam seperti tersebut adalah :
a. Membangun
Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di
Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah.
Masjid Quba ini dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20
September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari
Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan
dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya ada Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong
royong oleh kaum: Muhajirin dan Anshor, yang peletakan batu pertamanya
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat, dan
kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni : Abu Bakar r.a., Umar
bin Khattab r.a., Utsman bin Affan r.a., dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah
SAW adalah sebagai berikut :
Ø
Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di
bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
Ø
Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya salat
lima waktu, salat Jumat
Tarawih, salat Idul Fitri, dan Idul Adha.
(Lihat Q.S. Al-Jinn, 72 : 18 !).
Ø
Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar
tentang agama Islam bersumber kepada A1-Qur’an dan Hadis.
Ø
Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan
sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan
menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan
anak-anak yatim terlantar.
Ø
Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin
hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya
persatuan.
Ø
Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda,
sebagai tempat pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam
yang menderita luka ikibat perang melawan orang-orang kafir. Sejarah mencatat
adanya seorang perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah SAW yang bernama
“Rafidah”.
Ø
Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai tempat
bermusyawarah dengan para sahahatnya. Masalah-masalah yang dimusyawarahkan
antara lain ; usaha usaha untuk mengatasi kesulitan, usaha-usaha untuk
memajukan umat Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar
memperoleh kemenangan,
b.
Mempersaudarakan antara Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahahat Rasulullah SAW penduduk Mekah
yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk
asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar
bin Khattab
r.a. mempersaudarakan antara Muhajirin dan
Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan
agar setiap orang Muhajirin mencari dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar
menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT.
Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengangkat Ali bin Abu
Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh
oleh seluruh sahahatnya misalnya :
Ø
Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasuluhlah SAW,
pahlawan Islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba
sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
Ø
Abu Bakar Ash-Shiddiq, bersaudara dengan
Kharizah bin Zaid.
Ø
Umar bin Khattab bersaudara dengan Itban bin
Malik Al Khazraji (Ansar). Ø Utsman bin Affan bersaudara
dengan Aus bin Tsabit.
Ø
Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin
Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang
Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW dipersaudarakan
secara sepasangsepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang-sepasangseperti rersebut,
ternyata membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan
persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi,
hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum
Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang pangan, dan lain-lain yang diperlukan.
Namun kaum Muhajirin juga tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat
tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya Abdurrahman bin
Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abu Thalib
menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata
pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang
beratap yang disebut Suffa dan mereka
dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhankebutuhan mereka
dicukupi oleh kaum Muhajirin dan Ansar secara bergotongroyong. Kegiatan Ahlus Suffa itu antara lain mempelajari
dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain.
Sedangkan apabila terjadi perang antara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka
ikut berperang.
c. Perjanjian
Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya
terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani
Nazir dan Bani Quraizah), dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah
non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Isi Piagam Madinah itu antara
lain:
(1)
Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah
memiliki hak pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap
golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat
kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
(2)
Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan
kebebebasan beragama.
(3)
Seluruh penduduk Madinah yang terdiri dan kaum
Muslimin, kaum Yahudi, dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama
mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materil. Apabila
madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu
dalam mempertahankan kota Madinah.
(4)
Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk
Madinah. Segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus
diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya.
d. Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yan Islami demi
Terwujudnya Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah,
tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya
bersumber pada Al
Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah
beragama Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya
pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang
nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan
dasar bagi sistem politik islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat
Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta
membuat peraturan peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan
syarat, peraturan peraturan itu tidak menyimpang dan tuntunan Al-Qur’an dan
Hadis (dalil naqlinya lihat QS. An-
Nisã’, 4: 59).
Dalam bidang ekonomi Rasulullah SAW telah meletakkan dasar
bahwa system ekonomi Islam itu harus dapat menjamin terwujudnya keadilan
sosial.
Dalam bidang sosial kemasyarakatan, Rasulullah SAW telah
meletakkan dasar antara lain adanya persamaan derajat di antara semua individu,
semua golongan, dan semua bangsa. Sesuatu yang membedakan derajat manusia ialah
amal salehnya atau hidupnya yang bermanfaat (lihat Q.S. Al-Hujurat, 49: 13).
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
5/31/2014 11:43:00 AM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar